Rabu, 29 Mei 2013

UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik  Indonesia  tahun 1945
mengamanatkan Pemerintah Negara  Indonesia  yang melindungi  segenap  bangsa
Indonesia  dan  seluruh  tumpah  darah  Indonesia  dan  untuk  memajukan
kesejahteraan  umum, mencerdaskan  kehidupan  bangsa,  dan  ikut melaksanakan
ketertiban dunia  yang berdasarkan  kemerdekaan, perdamaian abadi dan  keadilan
sosial;
b. bahwa  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945
mengamanatkan  Pemerintah mengusahakan  dan menyelenggarakan  satu  sistem
pendidikan  nasional  yang meningkatkan  keimanan  dan  ketakwaan  kepada  Tuhan
Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang diatur dengan undang-undang;

c. bahwa  sistem  pendidikan  nasional  harus  mampu  menjamin  pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan  untuk  menghadapi  tantangan  sesuai  dengan  tuntutan  perubahan
kehidupan  lokal,  nasional,  dan  global  sehingga  perlu  dilakukan  pembaharuan
pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
d. bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989  tentang Sistem Pendidikan Nasional
tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan
amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d
perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Mengingat :
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat  (1), Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan  terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

bangsa dan negara.
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan  yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai
agama, kebudayaan nasional  Indonesia dan  tanggap  terhadap  tuntutan perubahan
zaman.
3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
diri  melalui  proses  pembelajaran  yang  tersedia  pada  jalur,  jenjang,  dan  jenis
pendidikan tertentu.
5. Tenaga  kependidikan  adalah  anggota  masyarakat  yang  mengabdikan  diri  dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
6. Pendidik  adalah  tenaga  kependidikan  yang  berkualifikasi  sebagai  guru,  dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara,  tutor,  instruktur,  fasilitator, dan  sebutan  lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
7. Jalur pendidikan adalah wahana  yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
8. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan  peserta  didik,  tujuan  yang  akan  dicapai,  dan  kemampuan  yang
dikembangkan.
9. Jenis  pendidikan  adalah  kelompok  yang  didasarkan  pada  kekhususan  tujuan
pendidikan suatu satuan pendidikan.
10. Satuan  pendidikan  adalah  kelompok  layanan  pendidikan  yang menyelenggarakan
pendidikan pada  jalur  formal, nonformal, dan  informal pada setiap  jenjang dan  jenis
pendidikan.
11. Pendidikan  formal  adalah  jalur  pendidikan  yang  terstruktur  dan  berjenjang  yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
12. Pendidikan nonformal adalah  jalur pendidikan di  luar pendidikan  formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
13. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
14. Pendidikan  anak  usia  dini  adalah  suatu  upaya  pembinaan  yang  ditujukan  kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan  jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
15. Pendidikan  jarak  jauh  adalah  pendidikan  yang  peserta  didiknya  terpisah  dari
pendidik  dan  pembelajarannya  menggunakan  berbagai  sumber  belajar  melalui
teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
16. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan
kekhasan  agama,  sosial,  budaya,  aspirasi,  dan  potensi  masyarakat  sebagai
perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
17. Standar  nasional  pendidikan  adalah  kriteria minimal  tentang  sistem  pendidikan  di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
18. Wajib  belajar  adalah  program  pendidikan minimal  yang  harus  diikuti  oleh  warga
negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
19. Kurikulum adalah  seperangkat  rencana dan pengaturan mengenai  tujuan,  isi, dan
bahan  pelajaran  serta  cara  yang  digunakan  sebagai  pedoman  penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
20. Pembelajaran  adalah  proses  interaksi  peserta  didik  dengan  pendidik  dan  sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.
21. Evaluasi  pendidikan  adalah  kegiatan  pengendalian,  penjaminan,  dan  penetapan
mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang,
dan  jenis  pendidikan  sebagai  bentuk  pertanggungjawaban  penyelenggaraanUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

pendidikan.
22. Akreditasi  adalah  kegiatan  penilaian  kelayakan  program  dalam  satuan  pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
23. Sumber  daya  pendidikan  adalah  segala  sesuatu  yang  dipergunakan  dalam
penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana,
sarana, dan prasarana.
24. Dewan  pendidikan  adalah  lembaga mandiri  yang  beranggotakan  berbagai  unsur
masyarakat yang peduli pendidikan.
25. Komite  sekolah/madrasah  adalah  lembaga  mandiri  yang  beranggotakan  orang
tua/wali  peserta  didik,  komunitas  sekolah,  serta  tokoh  masyarakat  yang  peduli
pendidikan.
26. Warga negara adalah warga negara  Indonesia baik yang  tinggal di wilayah Negara
Kesatuan Republik  Indonesia maupun  di  luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
27. Masyarakat  adalah  kelompok  warga  negara  Indonesia  nonpemerintah  yang
mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
28. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
29. Pemerintah  daerah  adalah  pemerintah  provinsi,  pemerintah  kabupaten,  atau
pemerintah kota.
30. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Pendidikan  nasional  berfungsi  mengembangkan  kemampuan  dan  membentuk  watak
serta  peradaban  bangsa  yang  bermartabat  dalam  rangka  mencerdaskan  kehidupan
bangsa,  bertujuan  untuk  berkembangnya  potensi  peserta  didik  agar menjadi manusia
yang  beriman  dan  bertakwa  kepada  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  berakhlak mulia,  sehat,
berilmu,  cakap,  kreatif,  mandiri,  dan  menjadi  warga  negara  yang  demokratis  serta
bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 4
(1) Pendidikan  diselenggarakan  secara  demokratis  dan  berkeadilan  serta  tidak
diskriminatif  dengan menjunjung  tinggi  hak  asasi manusia,  nilai  keagamaan,  nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa.
(2) Pendidikan  diselenggarakan  sebagai  satu  kesatuan  yang  sistemik  dengan  sistem
terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan  diselenggarakan  sebagai  suatu  proses  pembudayaan  dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan,UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis,
dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
(6) Pendidikan  diselenggarakan  dengan  memberdayakan  semua  komponen
masyarakat melalui  peran  serta  dalam  penyelenggaraan  dan  pengendalian mutu
layanan pendidikan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 5
(1) Setiap  warga  negara mempunyai  hak  yang  sama  untuk memperoleh  pendidikan
yang bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki kelainan  fisik, emosional, mental,  intelektual, dan/atau
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3) Warga  negara  di  daerah  terpencil  atau  terbelakang  serta masyarakat  adat  yang
terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4) Warga  negara  yang  memiliki  potensi  kecerdasan  dan  bakat  istimewa  berhak
memperoleh pendidikan khusus.
(5) Setiap  warga  negara  berhak  mendapat  kesempatan  meningkatkan  pendidikan
sepanjang hayat.
Pasal 6
(1) Setiap  warga  negara  yang  berusia  tujuh  sampai  dengan  lima  belas  tahun  wajib
mengikuti pendidikan dasar.
(2) Setiap  warga  negara  bertanggung  jawab  terhadap  keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 7
(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh
informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.
(2) Orang  tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar
kepada anaknya.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, danUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

evaluasi program pendidikan.
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan  sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal 10
Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan
mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 11
(1) Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  wajib memberikan  layanan  dan  kemudahan,
serta  menjamin  terselenggaranya  pendidikan  yang  bermutu  bagi  setiap  warga
negara tanpa diskriminasi.
(2) Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  wajib  menjamin  tersedianya  dana  guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia  tujuh sampai
dengan lima belas tahun.
BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a. mendapatkan  pendidikan  agama  sesuai  dengan  agama  yang  dianutnya  dan
diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. mendapatkan  pelayanan  pendidikan  sesuai  dengan  bakat,  minat,  dan
kemampuannya;
c. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu
membiayai pendidikannya;
d. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang  tuanya  tidak mampu
membiayai pendidikannya;
e. pindah  ke  program  pendidikan  pada  jalur  dan  satuan  pendidikan  lain  yang
setara;
f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-
masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban:
a. menjaga  norma-norma  pendidikan  untuk menjamin  keberlangsungan  proses
dan keberhasilan pendidikan;
b. ikut  menanggung  biaya  penyelenggaraan  pendidikan,  kecuali  bagi  peserta
didik  yang  dibebaskan  dari  kewajiban  tersebut  sesuai  dengan  peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Warga  negara  asing  dapat  menjadi  peserta  didik  pada  satuan  pendidikan  yangUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
(1) Jalur pendidikan  terdiri atas pendidikan  formal, nonformal, dan  informal yang dapat
saling melengkapi dan memperkaya.
(2) Pendidikan  sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) diselenggarakan dengan  sistem
terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
Pasal 14
Jenjang  pendidikan  formal  terdiri  atas  pendidikan  dasar,  pendidikan  menengah,  dan
pendidikan tinggi.
Pasal 15
Jenis  pendidikan  mencakup  pendidikan  umum,  kejuruan,  akademik,  profesi,  vokasi,
keagamaan, dan khusus.
Pasal 16
Jalur,  jenjang,  dan  jenis  pendidikan  dapat  diwujudkan  dalam  bentuk  satuan  pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Bagian Kedua
Pendidikan Dasar
Pasal 17
(1) Pendidikan  dasar  merupakan  jenjang  pendidikan  yang  melandasi  jenjang
pendidikan menengah.
(2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar  (SD) dan madrasah  ibtidaiyah  (MI) atau
bentuk  lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama  (SMP) dan madrasah
tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Ketentuan mengenai  pendidikan  dasar  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Pendidikan Menengah
Pasal 18UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

(1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2) Pendidikan  menengah  terdiri  atas  pendidikan  menengah  umum  dan  pendidikan
menengah kejuruan.
(3) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas  (SMA), madrasah aliyah
(MA),  sekolah menengah  kejuruan  (SMK),  dan madrasah  aliyah  kejuruan  (MAK),
atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat  (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Keempat
Pendidikan Tinggi
Pasal 19
(1) Pendidikan  tinggi  merupakan  jenjang  pendidikan  setelah  pendidikan  menengah
yang  mencakup  program  pendidikan  diploma,  sarjana,  magister,  spesialis,  dan
doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
(2) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal 20
(1) Perguruan  tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah  tinggi,  institut, atau
universitas.
(2) Perguruan  tinggi  berkewajiban  menyelenggarakan  pendidikan,  penelitian,  dan
pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan  tinggi  dapat menyelenggarakan  program  akademik,  profesi,  dan/atau
vokasi.
(4) Ketentuan mengenai perguruan  tinggi  sebagaimana dimaksud pada ayat  (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 21
(1) Perguruan  tinggi  yang  memenuhi  persyaratan  pendirian  dan  dinyatakan  berhak
menyelenggarakan program pendidikan  tertentu dapat memberikan gelar akademik,
profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.
(2) Perseorangan,  organisasi,  atau  penyelenggara  pendidikan  yang  bukan  perguruan
tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(3) Gelar akademik, profesi, atau vokasi hanya digunakan oleh  lulusan dari perguruan
tinggi yang dinyatakan berhak memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(4) Penggunaan  gelar  akademik,  profesi,  atau  vokasi  lulusan  perguruan  tinggi  hanya
dibenarkan  dalam  bentuk  dan  singkatan  yang  diterima  dari  perguruan  tinggi  yang
bersangkutan.
(5) Penyelenggara  pendidikan  yang  tidak  memenuhi  persyaratan  pendirian
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  atau  penyelenggara  pendidikan  bukan
perguruan  tinggi  yang melakukan  tindakan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)
dikenakan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan.
(6) Gelar  akademik,  profesi,  atau  vokasi  yang  dikeluarkan  oleh  penyelenggara
pendidikan  yang  tidak  sesuai  dengan  ketentuan  ayat  (1)  atau  penyelenggara
pendidikan  yang  bukan  perguruan  tinggi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)
dinyatakan tidak sah.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

(7) Ketentuan mengenai gelar akademik, profesi, atau  vokasi  sebagaimana dimaksud
pada ayat  (1), ayat  (2), ayat  (3), ayat  (4), ayat  (5), dan ayat  (6) diatur  lebih  lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 22
Universitas, institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan
gelar  doktor  kehormatan  (doktor  honoris  causa)  kepada  setiap  individu  yang  layak
memperoleh  penghargaan  berkenaan  dengan  jasa-jasa  yang  luar  biasa  dalam  bidang
ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.
Pasal 23
(1) Pada  universitas,  institut,  dan  sekolah  tinggi  dapat  diangkat  guru  besar  atau
profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan
masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Pasal 24
(1) Dalam  penyelenggaraan  pendidikan  dan  pengembangan  ilmu  pengetahuan,  pada
perguruan  tinggi  berlaku  kebebasan  akademik  dan  kebebasan mimbar  akademik
serta otonomi keilmuan.
(2) Perguruan  tinggi memiliki  otonomi  untuk mengelola  sendiri  lembaganya  sebagai
pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada
masyarakat.
(3) Perguruan  tinggi  dapat  memperoleh  sumber  dana  dari  masyarakat  yang
pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.
(4) Ketentuan mengenai  penyelenggaraan  pendidikan  tinggi  sebagaimana  dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 25
(1) Perguruan  tinggi  menetapkan  persyaratan  kelulusan  untuk  mendapatkan  gelar
akademik, profesi, atau vokasi.
(2) Lulusan perguruan  tinggi yang karya  ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar
akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.
(3) Ketentuan  mengenai  persyaratan  kelulusan  dan  pencabutan  gelar  akademik,
profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) dan ayat  (2) diatur  lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kelima
Pendidikan Nonformal
Pasal 26
(1) Pendidikan  nonformal  diselenggarakan  bagi warga masyarakat  yang memerlukan
layanan  pendidikan  yang  berfungsi  sebagai  pengganti,  penambah,  dan/atau
pelengkap  pendidikan  formal  dalam  rangka  mendukung  pendidikan  sepanjang
hayat.
(2) Pendidikan  nonformal  berfungsi  mengembangkan  potensi  peserta  didik  dengan
penekanan  pada  penguasaan  pengetahuan  dan  keterampilan  fungsional  sertaUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan  kecakapan hidup, pendidikan anak usia
dini,  pendidikan  kepemudaan,  pendidikan  pemberdayaan  perempuan,  pendidikan
keaksaraan,  pendidikan  keterampilan  dan  pelatihan  kerja,  pendidikan  kesetaraan,
serta  pendidikan  lain  yang  ditujukan  untuk mengembangkan  kemampuan  peserta
didik.
(4) Satuan  pendidikan  nonformal  terdiri  atas  lembaga  kursus,  lembaga  pelatihan,
kelompok  belajar,  pusat  kegiatan  belajar  masyarakat,  dan  majelis  taklim,  serta
satuan pendidikan yang sejenis.
(5) Kursus  dan  pelatihan  diselenggarakan  bagi masyarakat  yang memerlukan  bekal
pengetahuan,  keterampilan,  kecakapan  hidup,  dan  sikap  untuk mengembangkan
diri,  mengembangkan  profesi,  bekerja,  usaha  mandiri,  dan/atau  melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan
formal  setelah melalui  proses  penilaian  penyetaraan  oleh  lembaga  yang  ditunjuk
oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada  standar nasional
pendidikan.
(7) Ketentuan  mengenai  penyelenggaraan  pendidikan  nonformal  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Keenam
Pendidikan Informal
Pasal 27
(1) Kegiatan  pendidikan  informal  yang  dilakukan  oleh  keluarga  dan  lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
(2) Hasil  pendidikan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diakui  sama  dengan
pendidikan  formal  dan  nonformal  setelah  peserta  didik  lulus  ujian  sesuai  dengan
standar nasional pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan  informal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Anak Usia Dini
Pasal 28
(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan  anak  usia  dini  dapat  diselenggarakan melalui  jalur  pendidikan  formal,
nonformal, dan/atau informal.
(3) Pendidikan  anak  usia  dini  pada  jalur  pendidikan  formal  berbentuk  taman  kanak-
kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Pendidikan  anak  usia  dini  pada  jalur  pendidikan  nonformal  berbentuk  kelompok
bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(5) Pendidikan  anak  usia  dini  pada  jalur  pendidikan  informal  berbentuk  pendidikan
keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
(6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini  sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Bagian Kedelapan
Pendidikan Kedinasan
Pasal 29
(1) Pendidikan  kedinasan merupakan  pendidikan  profesi  yang  diselenggarakan  oleh
departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(2) Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam
pelaksanaan  tugas  kedinasan  bagi  pegawai  dan  calon  pegawai  negeri  suatu
departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(3) Pendidikan  kedinasan  diselenggarakan  melalui  jalur  pendidikan  formal  dan
nonformal.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kesembilan
Pendidikan Keagamaan
Pasal 30
(1) Pendidikan  keagamaan  diselenggarakan  oleh  Pemerintah  dan/atau  kelompok
masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendidikan  keagamaan  berfungsi mempersiapkan  peserta  didik menjadi  anggota
masyarakat  yang  memahami  dan  mengamalkan  nilai-nilai  ajaran  agamanya
dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(3) Pendidikan  keagamaan  dapat  diselenggarakan  pada  jalur  pendidikan  formal,
nonformal, dan informal.
(4) Pendidikan  keagamaan  berbentuk  pendidikan  diniyah,  pesantren,  pasraman,
pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
(5) Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kesepuluh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 31
(1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Pendidikan  jarak  jauh berfungsi memberikan  layanan pendidikan kepada kelompok
masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
(3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan
yang  didukung  oleh  sarana  dan  layanan  belajar  serta  sistem  penilaian  yang
menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(4) Ketentuan  mengenai  penyelenggaraan  pendidikan  jarak  jauh  sebagaimana
dimaksud pada ayat  (1), ayat  (2), dan ayat  (3) diatur  lebih  lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Bagian Kesebelas
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Pasal 32
(1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki  tingkat
kesulitan  dalam mengikuti  proses  pembelajaran  karena  kelainan  fisik,  emosional,
mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Pendidikan  layanan  khusus merupakan  pendidikan  bagi  peserta  didik  di  daerah
terpencil  atau  terbelakang, masyarakat  adat  yang  terpencil,  dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
(3) Ketentuan  mengenai  pelaksanaan  pendidikan  khusus  dan  pendidikan  layanan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
BAB VII
BAHASA PENGANTAR
Pasal 33
(1) Bahasa  Indonesia  sebagai  Bahasa  Negara  menjadi  bahasa  pengantar  dalam
pendidikan nasional.
(2) Bahasa  daerah  dapat  digunakan  sebagai  bahasa  pengantar  dalam  tahap  awal
pendidikan  apabila  diperlukan  dalam  penyampaian  pengetahuan  dan/atau
keterampilan tertentu.
(3) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan
tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
BAB VIII
WAJIB BELAJAR
Pasal 34
(1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
(2) Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  menjamin  terselenggaranya  wajib  belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
(3) Wajib  belajar  merupakan  tanggung  jawab  negara  yang  diselenggarakan  oleh
lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat  (1), ayat  (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB IX
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Pasal 35
(1) Standar  nasional  pendidikan  terdiri  atas  standar  isi,  proses,  kompetensi  lulusan,
tenaga  kependidikan,  sarana  dan  prasarana,  pengelolaan,  pembiayaan,  dan
penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
(2) Standar  nasional  pendidikan digunakan  sebagai acuan pengembangan  kurikulum,UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
(3) Pengembangan  standar  nasional  pendidikan  serta  pemantauan  dan  pelaporan
pencapaiannya  secara  nasional  dilaksanakan  oleh  suatu  badan  standardisasi,
penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB X
KURIKULUM
Pasal 36
(1) Pengembangan  kurikulum  dilakukan  dengan  mengacu  pada  standar  nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada semua  jenjang dan  jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
(3) Kurikulum  disusun  sesuai  dengan  jenjang  pendidikan  dalam  kerangka  Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai pengembangan  kurikulum  sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 37
(1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan; dan
j. muatan lokal.
(2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
(3) Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) dan ayat  (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Pasal 38
(1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan
oleh Pemerintah.
(2) Kurikulum  pendidikan  dasar  dan  menengah  dikembangkan  sesuai  dengan
relevansinya  oleh  setiap  kelompok  atau  satuan  pendidikan  dan  komite
sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor
departemen  agama  kabupaten/kota  untuk  pendidikan  dasar  dan  provinsi  untuk
pendidikan menengah.
(3) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
(4) Kerangka  dasar  dan  struktur  kurikulum  pendidikan  tinggi  dikembangkan  oleh
perguruan  tinggi  yang  bersangkutan  dengan  mengacu  pada  standar  nasional
pendidikan untuk setiap program studi.
BAB XI
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 39
(1) Tenaga  kependidikan  bertugas  melaksanakan  administrasi,  pengelolaan,
pengembangan,  pengawasan,  dan  pelayanan  teknis  untuk  menunjang  proses
pendidikan pada satuan pendidikan.
(2) Pendidik  merupakan  tenaga  profesional  yang  bertugas  merencanakan  dan
melaksanakan  proses  pembelajaran,  menilai  hasil  pembelajaran,  melakukan
pembimbingan dan pelatihan,  serta melakukan penelitian dan pengabdian  kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Pasal 40
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:
a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d. perlindungan hukum dalam melaksanakan  tugas dan hak atas hasil kekayaan
intelektual; dan
e. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan  fasilitas pendidikan
untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
(2) Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:
a. menciptakan  suasana  pendidikan  yang  bermakna,  menyenangkan,  kreatif,
dinamis, dan dialogis;
b. mempunyai  komitmen  secara  profesional  untuk  meningkatkan  mutu
pendidikan; dan
c. memberi  teladan  dan menjaga  nama  baik  lembaga,  profesi,  dan  kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Pasal 41
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah.
(2) Pengangkatan,  penempatan,  dan  penyebaran  pendidik  dan  tenaga  kependidikan
diatur  oleh  lembaga  yang  mengangkatnya  berdasarkan  kebutuhan  satuan
pendidikan formal.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi  satuan pendidikan dengan
pendidik  dan  tenaga  kependidikan  yang  diperlukan  untuk  menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
(4) Ketentuan mengenai  pendidik  dan  tenaga  kependidikan  sebagaimana  dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 42
(1) Pendidik harus memiliki  kualifikasi minimum dan  sertifikasi  sesuai dengan  jenjang
kewenangan mengajar, sehat  jasmani dan  rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Pendidik  untuk  pendidikan  formal  pada  jenjang  pendidikan  usia  dini,  pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi
yang terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 43
(1) Promosi  dan  penghargaan  bagi  pendidik  dan  tenaga  kependidikan  dilakukan
berdasarkan  latar  belakang  pendidikan,  pengalaman,  kemampuan,  dan  prestasi
kerja dalam bidang pendidikan.
(2) Sertifikasi  pendidik  diselenggarakan  oleh  perguruan  tinggi  yang memiliki  program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan  sertifikasi pendidik  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2)  diatur  lebih  lanjut  dengan  peraturan
pemerintah.
Pasal 44
(1) Pemerintah  dan  pemerintah  daerah wajib membina  dan mengembangkan  tenaga
kependidikan pada  satuan pendidikan  yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah.
(2) Penyelenggara  pendidikan  oleh  masyarakat  berkewajiban  membina  dan
mengembangkan  tenaga  kependidikan  pada  satuan  pendidikan  yang
diselenggarakannya.
(3) Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  waj ib  membantu  pembinaan  dan
pengembangan  tenaga  kependidikan  pada  satuan  pendidikan  formal  yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
BAB XII
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Pasal 45
(1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana
yang  memenuhi  keperluan  pendidikan  sesuai  dengan  pertumbuhan  dan
perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan
peserta didik.
(2) Ketentuan mengenai  penyediaan  sarana  dan  prasarana  pendidikan  pada  semua
satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) diatur  lebih  lanjut dengan
peraturan pemerintah.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB XIII
PENDANAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Pendanaan
Pasal 46
(1) Pendanaan  pendidikan  menjadi  tanggung  jawab  bersama  antara  Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  bertanggung  jawab  menyediakan  anggaran
pendidikan  sebagaimana  diatur  dalam  Pasal  31  ayat  (4)  Undang-Undang  Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Ketentuan  mengenai  tanggung  jawab  pendanaan  pendidikan  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2)  diatur  lebih  lanjut  dengan  peraturan
pemerintah.
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 47
(1) Sumber  pendanaan  pendidikan  ditentukan  berdasarkan  prinsip  keadilan,
kecukupan, dan keberlanjutan.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang
ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 48
(1) Pengelolaan  dana  pendidikan  berdasarkan  pada  prinsip  keadilan,  efisiensi,
transparansi, dan akuntabilitas publik.
(2) Ketentuan mengenai  pengelolaan  dana  pendidikan  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Keempat
Pengalokasian Dana Pendidikan
Pasal 49
(1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara  (APBN) pada sektor
pendidikan  dan  minimal  20%  dari  Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  DaerahUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

(APBD).
(2) Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
(3) Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan
diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(4) Dana  pendidikan  dari  Pemerintah  kepada  pemerintah  daerah  diberikan  dalam
bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat  (1),  ayat  (2),  ayat  (3),  dan  ayat  (4)  diatur  lebih  lanjut  dengan  peraturan
pemerintah.
BAB XIV
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 50
(1) Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri.
(2) Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional.
(3) Pemerintah  dan/atau  pemerintah  daerah menyelenggarakan  sekurang-kurangnya
satu  satuan  pendidikan  pada  semua  jenjang  pendidikan  untuk  dikembangkan
menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
(4) Pemerintah  daerah  provinsi  melakukan  koordinasi  atas  penyelenggaraan
pendidikan,  pengembangan  tenaga  kependidikan,  dan  penyediaan  fasilitas
penyelenggaraan pendidikan  lintas daerah kabupaten/kota untuk  tingkat pendidikan
dasar dan menengah.
(5) Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah,
serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
(6) Perguruan  tinggi  menentukan  kebijakan  dan  memiliki  otonomi  dalam  mengelola
pendidikan di lembaganya.
(7) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 51
(1) Pengelolaan  satuan  pendidikan  anak  usia  dini,  pendidikan  dasar,  dan  pendidikan
menengah  dilaksanakan  berdasarkan  standar  pelayanan minimal  dengan  prinsip
manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2) Pengelolaan  satuan  pendidikan  tinggi  dilaksanakan  berdasarkan  prinsip  otonomi,
akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
(3) Ketentuan  mengenai  pengelolaan  satuan  pendidikan sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 52
(1) Pengelolaan  satuan  pendidikan  nonformal  dilakukan  oleh Pemerintah,  pemerintahUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Ketentuan  mengenai  pengelolaan  satuan  pendidikan  nonformal  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua
Badan Hukum Pendidikan
Pasal 53
(1) Penyelenggara dan/atau  satuan pendidikan  formal  yang didirikan oleh Pemerintah
atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
(2) Badan  hukum  pendidikan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  berfungsi
memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik.
(3) Badan hukum pendidikan  sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) berprinsip nirlaba
dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
(4) Ketentuan  tentang  badan  hukum  pendidikan  diatur  dengan  undang-undang
tersendiri.
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
(1) Peran  serta  masyarakat  dalam  pendidikan  meliputi  peran  serta  perseorangan,
kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan
dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil
pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pasal 55
(1) Masyarakat  berhak  menyelenggarakan  pendidikan  berbasis  masyarakat  pada
pendidikan  formal  dan  nonformal  sesuai  dengan  kekhasan  agama,  lingkungan
sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
(2) Penyelenggara  pendidikan  berbasis  masyarakat  mengembangkan  dan
melaksanakan  kurikulum  dan  evaluasi  pendidikan,  serta  manajemen  dan
pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3) Dana  penyelenggaraan  pendidikan  berbasis  masyarakat  dapat  bersumber  dari
penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber  lain
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

(4) Lembaga  pendidikan  berbasis  masyarakat  dapat  memperoleh  bantuan  teknis,
subsidi  dana,  dan  sumber  daya  lain  secara  adil  dan  merata  dari  Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
(5) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah
Pasal 56
(1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi
perencanaan,  pengawasan,  dan  evaluasi  program  pendidikan  melalui  dewan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
(2) Dewan  pendidikan  sebagai  lembaga  mandiri  dibentuk  dan  berperan  dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan
dan dukungan  tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada
tingkat  nasional,  provinsi,  dan  kabupaten/kota  yang  tidak mempunyai  hubungan
hirarkis.
(3) Komite sekolah/madrasah, sebagai  lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam
peningkatan  mutu  pelayanan  dengan  memberikan  pertimbangan,  arahan  dan
dukungan  tenaga,  sarana  dan  prasarana,  serta  pengawasan  pendidikan  pada
tingkat satuan pendidikan.
(4) Ketentuan  mengenai   pembentukan  dewan  pendidikan  dan  komi te
sekolah/madrasah  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  ayat  (2),  dan  ayat  (3)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XVI
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
Bagian Kesatu
Evaluasi
Pasal 57
(1) Evaluasi  dilakukan  dalam  rangka  pengendalian mutu  pendidikan  secara  nasional
sebagai  bentuk  akuntabilitas  penyelenggara  pendidikan  kepada  pihak-pihak  yang
berkepentingan.
(2) Evaluasi dilakukan  terhadap peserta didik,  lembaga, dan program pendidikan pada
jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Pasal 58
(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh
lembaga  mandiri  secara  berkala,  menyeluruh,  transparan,  dan  sistemik  untuk
menilai pencapaian standar nasional pendidikan.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Pasal 59
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan,
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Masyarakat  dan/atau  organisasi  profesi  dapat membentuk  lembaga  yang mandiri
untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
(3) Ketentuan mengenai  evaluasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 60
(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan
pada  jalur  pendidikan  formal  dan  nonformal  pada  setiap  jenjang  dan  jenis
pendidikan.
(2) Akreditasi  terhadap  program  dan  satuan  pendidikan  dilakukan  oleh  Pemerintah
dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
(3) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
(4) Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 61
(1) Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
(2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan  terhadap prestasi belajar
dan/atau  penyelesaian  suatu  jenjang  pendidikan  setelah  lulus  ujian  yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikat  kompetensi  diberikan  oleh  penyelenggara  pendidikan  dan  lembaga
pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap
kompetensi untuk melakukan pekerjaan  tertentu  setelah  lulus uji  kompetensi  yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4) Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XVII
PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN
Pasal 62
(1) Setiap  satuan  pendidikan  formal  dan  nonformal  yang  didirikan wajib memperoleh
izin Pemerintah atau pemerintah daerah.
(2) Syarat-syarat untuk memperoleh  izin meliputi  isi pendidikan,  jumlah dan kualifikasi
pendidik dan  tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan
pendidikan,  sistem  evaluasi  dan  sertifikasi,  serta  manajemen  dan  proses
pendidikan.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

(3) Pemerintah atau pemerintah daerah memberi atau mencabut  izin pendirian satuan
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Ketentuan  mengenai  pendirian  satuan  pendidikan  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 63
Satuan  pendidikan  yang  didirikan  dan  diselenggarakan  oleh  Perwakilan  Republik
Indonesia di negara lain menggunakan ketentuan undang-undang ini.
BAB XVIII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN
Pasal 64
Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing di wilayah Negara
Kesatuan  Republik  Indonesia,  bagi  peserta  didik  warga  negara  asing,  dapat
menggunakan  ketentuan  yang  berlaku  di  negara  yang  bersangkutan  atas  persetujuan
Pemerintah Republik Indonesia.
Pasal 65
(1) Lembaga pendidikan asing yang  terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat
menyelenggarakan  pendidikan  di  wilayah  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Lembaga  pendidikan  asing  pada  tingkat  pendidikan  dasar  dan  menengah  wajib
memberikan  pendidikan  agama  dan  kewarganegaraan  bagi  peserta  didik  warga
negara Indonesia.
(3) Penyelenggaraan pendidikan asing wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan
di wilayah Negara Kesatuan Republik  Indonesia dengan mengikutsertakan  tenaga
pendidik dan pengelola warga negara Indonesia.
(4) Kegiatan  pendidikan  yang  menggunakan  sistem  pendidikan  negara  lain  yang
diselenggarakan di wilayah Negara Kesatuan Republik  Indonesia dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai  penyelenggaraan  pendidikan  asing  sebagaimana  dimaksud
pada ayat  (1), ayat  (2), ayat  (3), dan ayat  (4) diatur  lebih  lanjut dengan peraturan
pemerintah.
BAB XIX
PENGAWASAN
Pasal 66
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan, dan komite sekolah/madrasah
melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan
jenis pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pengawasan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilakukan  dengan  prinsip
transparansi dan akuntabilitas publik.
(3) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 67
(1) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah,
sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi  tanpa hak dipidana
dengan  pidana  penjara  paling  lama  sepuluh  tahun  dan/atau  pidana  denda  paling
banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Penyelenggara perguruan tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 21 ayat
(5)  dan  masih  beroperasi  dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  sepuluh
tahun  dan/atau  pidana  denda  paling  banyak  Rp.1.000.000.000,00  (satu  miliar
rupiah).
(3) Penyelenggara  pendidikan  yang  memberikan  sebutan  guru  besar  atau  profesor
dengan melanggar Pasal 23 ayat  (1) dipidana dengan pidana penjara paling  lama
sepuluh  tahun  dan/atau  pidana  denda  paling  banyak  Rp.1.000.000.000,00  (satu
miliar rupiah).
(4) Penyelenggara  pendidikan  jarak  jauh  yang  tidak  memenuhi  persyaratan
sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal  31  ayat  (3)  dipidana  dengan  pidana  penjara
pal ing  lama  sepuluh  tahun  dan/atau  pidana  denda  pal ing  banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 68
(1) Setiap  orang  yang  membantu  memberikan  ijazah,  sertifikat  kompetensi,  gelar
akademik,  profesi,  dan/atau  vokasi  dari  satuan  pendidikan  yang  tidak memenuhi
persyaratan  dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  lima  tahun  dan/atau
pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap  orang  yang  menggunakan  ijazah,  sertifikat  kompetensi,  gelar  akademik,
profesi,  dan/atau  vokasi  yang  diperoleh  dari  satuan  pendidikan  yang  tidak
memenuhi  persyaratan  dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  lima  tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap  orang  yang menggunakan  gelar  lulusan  yang  tidak  sesuai  dengan  bentuk
dan singkatan yang diterima dari perguruan  tinggi yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua
tahun  dan/atau  pidana  denda  paling  banyak  Rp.200.000.000,00  (dua  ratus  juta
rupiah).
(4) Setiap  orang  yang memperoleh  dan/atau menggunakan  sebutan  guru  besar  yang
tidak  sesuai  dengan Pasal  23  ayat  (1)  dan/atau  ayat  (2)  dipidana  dengan  pidana
penjara  paling  lama  lima  tahun  dan/atau  pidana  denda  paling  banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 69
(1) Setiap  orang  yang  menggunakan  ijazah,  sertifikat  kompetensi,  gelar  akademik,
profesi, dan/atau vokasi yang  terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling
lama  lima  tahun  dan/atau  pidana  denda  paling  banyak  Rp.500.000.000,00  (lima
ratus juta rupiah).
(2) Setiap  orang  yang  dengan  sengaja  tanpa  hak  menggunakan  ijazah  dan/atau
sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat  (2) dan ayat  (3)
yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Pasal 70
Lulusan  yang  karya  ilmiah  yang  digunakannya  untuk  mendapatkan  gelar  akademik,
profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat  (2)  terbukti merupakan
jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling  lama dua  tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 71
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan  tanpa  izin Pemerintah atau pemerintah
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling  lama  sepuluh  tahun  dan/atau  pidana  denda  paling  banyak Rp.1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Penyelenggaraan  pendidikan  yang  pada  saat  undang-undang  ini  diundangkan  belum
berbentuk  badan  hukum  pendidikan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  53  tetap
berlaku  sampai  dengan  terbentuknya  undang-undang  yang  mengatur  badan  hukum
pendidikan.
Pasal 73
Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  wajib  memberikan  izin  paling  lambat  dua  tahun
kepada  satuan  pendidikan  formal  yang  telah  berjalan  pada  saat  undang-undang  ini
diundangkan belum memiliki izin.
Pasal 74
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-
Undang  Nomor  2  Tahun  1989  tentang Sistem Pendidikan Nasional  (Lembaran Negara
Tahun  1989 Nomor  6,  Tambahan  Lembaran Negara Nomor  3390)  yang  ada  pada  saat
diundangkannya  undang-undang  ini masih  tetap  berlaku  sepanjang  tidak  bertentangan
dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 75
Semua  peraturan  perundang-undangan  yang  diperlukan  untuk melaksanakan  undang-
undang  ini  harus  diselesaikan  paling  lambat  dua  tahun  terhitung  sejak  berlakunya
undang-undang ini.
Pasal 76
Pada  saat mulai  berlakunya  undang-undang  ini,  Undang-Undang  Nomor  48/Prp./1960UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

tentang Pengawasan Pendidikan dan Pengajaran Asing  (Lembaran Negara Tahun 1960
Nomor  155,  Tambahan  Lembaran Negara Nomor  2103)  dan Undang-Undang Nomor  2
Tahun 1989  tentang Sistem Pendidikan Nasional  (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor
6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 77
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar  setiap  orang mengetahuinya, memerintahkan  pengundangan  undang-undang  ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juli 2003
Presiden Republik Indonesia,
Megawati Soekarnoputri
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juli 2003
Sekretaris Negara Republik Indonesia,
Bambang KesowoUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
No.4301
PENDIDIKAN.
Sistem Pendidikan Nasional. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Pemerintah
Daerah.
(Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78)
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
I. UMUM
Manusia membutuhkan  pendidikan  dalam  kehidupannya. Pendidikan merupakan  usaha
agar  manusia  dapat  mengembangkan  potensi  dirinya  melalui  proses  pembelajaran
dan/atau  cara  lain  yang  dikenal  dan  diakui  oleh  masyarakat.  Undang-Undang  Dasar
Negara Republik  Indonesia Tahun  1945  Pasal  31  ayat  (1) menyebutkan  bahwa  setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah
mengusahakan  dan  menyelenggarakan  satu  sistem  pendidikan  nasional  yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam  rangka mencerdaskan
kehidupan  bangsa  yang  diatur  dengan  undang-undang.  Untuk  itu,  seluruh  komponen
bangsa  wajib  mencerdaskan  kehidupan  bangsa  yang  merupakan  salah  satu  tujuan
negara Indonesia.
Gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi,
desentralisasi,  keadilan,  dan  menjunjung  tinggi  hak  asasi  manusia  dalam  kehidupan
berbangsa  dan  bernegara.  Dalam  hubungannya  dengan  pendidikan,  prinsip-prinsip
tersebut  akan  memberikan  dampak  yang  mendasar  pada  kandungan,  proses,  dan
manajemen sistem pendidikan. Selain  itu,  ilmu pengetahuan dan  teknologi berkembang
pesat dan memunculkan  tuntutan baru dalam segala aspek kehidupan,  termasuk dalam
sistem  pendidikan.  Tuntutan  tersebut menyangkut  pembaharuan  sistem  pendidikan,  di
antaranya pembaharuan  kurikulum,  yaitu diversifikasi  kurikulum untuk melayani peserta
didik  dan  potensi  daerah  yang  beragam,  diversifikasi  jenis  pendidikan  yang  dilakukan
secara  profesional,  penyusunan  standar  kompetensi  tamatan  yang  berlaku  secara
nasional  dan  daerah  menyesuaikan  dengan  kondisi  setempat;  penyusunan  standar
kualifikasi pendidik yang sesuai dengan  tuntutan pelaksanaan  tugas secara profesional;
penyusunan  standar  pendanaan  pendidikan  untuk  setiap  satuan  pendidikan  sesuai
prinsip-prinsip  pemerataan  dan  keadilan;  pelaksanaan manajemen  pendidikan  berbasis
sekolah dan otonomi perguruan  tinggi; serta penyelenggaraan pendidikan dengan sistem
terbuka  dan multimakna.  Pembaharuan  sistem  pendidikan  juga meliputi  penghapusan
diskriminasi  antara  pendidikan  yang  dikelola  pemerintah  dan  pendidikan  yang  dikelola
masyarakat, serta pembedaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum.
Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan
strategi  pembangunan  pendidikan  nasional.  Pendidikan  nasional  mempunyai  visi
terwujudnya  sistem  pendidikan  sebagai  pranata  sosial  yang  kuat  dan  berwibawa  untuk
memberdayakan  semua  warga  negara  Indonesia  berkembang menjadi manusia  yang
berkualitas  sehingga  mampu  dan  proaktif  menjawab  tantangan  zaman  yang  selalu
berubah.
Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut:
1. mengupayakan  perluasan  dan  pemerataan  kesempatan memperoleh  pendidikan
yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

2. membantu  dan  memfasilitasi  pengembangan  potensi  anak  bangsa  secara  utuh
sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3. meningkatkan  kesiapan  masukan  dan  kualitas  proses  pendidikan  untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4. meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas  lembaga pendidikan sebagai pusat
pembudayaan  ilmu  pengetahuan,  keterampilan,  pengalaman,  sikap,  dan  nilai
berdasarkan standar nasional dan global; dan
5. memberdayakan  peran  serta  masyarakat  dalam  penyelenggaraan  pendidikan
berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.
Berdasarkan  visi  dan misi  pendidikan  nasional  tersebut,  pendidikan  nasional  berfungsi
mengembangkan  kemampuan  dan  membentuk  watak  serta  peradaban  bangsa  yang
bermartabat  dalam  rangka  mencerdaskan  kehidupan  bangsa,  bertujuan  untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pembaharuan  sistem  pendidikan memerlukan  strategi  tertentu.  Strategi  pembangunan
pendidikan nasional dalam undang-undang ini meliputi :
1. pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia;
2. pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi;
3. proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
4. evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan;
5. peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan;
6. penyediaan sarana belajar yang mendidik;
7. pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan;
8. penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata;
9. pelaksanaan wajib belajar;
10.  pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan;
11.  pemberdayaan peran masyarakat;
12.  pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan
13.  pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional.
Dengan  strategi  tersebut  diharapkan  visi, misi,  dan  tujuan  pendidikan  nasional  dapat
terwujud  secara  efektif  dengan  melibatkan  berbagai  pihak  secara  aktif  dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Pembaruan  sistem  pendidikan  nasional  perlu  pula  disesuaikan  dengan  pelaksanaan
otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun  1999  tentang  Pemerintahan  Daerah  dan  Undang-undang  Republik  Indonesia
Nomor  25  Tahun  1999  tentang  Perimbangan  Keuangan  antara  Pemerintah  Pusat  dan
Daerah.
Sehubungan  dengan  hal-hal  di  atas,  Undang-undang  Nomor  2  Tahun  1989  tentang
Sistem Pendidikan Nasional perlu diperbaharui dan diganti.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelasUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL


Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pendidikan  dengan  sistem  terbuka  adalah  pendidikan  yang  diselenggarakan  dengan
fleksibilitas  pilihan  dan waktu  penyelesaian  program  lintas  satuan  dan  jalur  pendidikan
(multi entry-multi exit system). Peserta didik dapat belajar sambil bekerja, atau mengambil
program-program  pendidikan  pada  jenis  dan  jalur  pendidikan  yang  berbeda  secara
terpadu dan berkelanjutan melalui pembelajaran  tatap muka atau  jarak  jauh. Pendidikan
multimakna  adalah  proses  pendidikan  yang  diselenggarakan  dengan  berorientasi  pada
pembudayaan,  pemberdayaan,  pembentukan  watak  dan  kepribadian,  serta  berbagai
kecakapan hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Memberdayakan semua komponen masyarakat berarti pendidikan diselenggarakan oleh
pemerintah  dan  masyarakat  dalam  suasana  kemitraan  dan  kerja  sama  yang  saling
melengkapi dan memperkuat.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
huruf a
Pendidik dan/atau guru agama yang seagama dengan peserta didik difasilitasi dan/atauUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

disediakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kebutuhan satuan pendidikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (3).
Ayat (1)
huruf b
Pendidik  dan/atau  guru yang  mampu  mengembangkan  bakat,  minat,  dan
kemampuan  peserta  didik  difasilitasi  dan/atau  disediakan  oleh  Pemerintah  atau
pemerintah  daerah  sesuai  dengan  kebutuhan  satuan  pendidikan  sebagaimana  diatur
dalam Pasal 41 ayat (3).
Ayat (1)
huruf c
Cukup jelas
Ayat (1)
huruf d
Cukup jelas
Ayat (1)
huruf e
Cukup jelas
Ayat (1)
huruf f
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Pendidikan  umum  merupakan  pendidikan  dasar  dan  menengah  yang  mengutamakan
perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi.
Pendidikan  kejuruan  merupakan  pendidikan  menengah  yang  mempersiapkan  peserta
didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Pendidikan  akademik merupakan  pendidikan  tinggi  program  sarjana  dan  pascasarjana
yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
Pendidikan  profesi  merupakan  pendidikan  tinggi  setelah  program  sarjana  yang
mempersiapkan  peserta  didik  untuk  memiliki  pekerjaan  dengan  persyaratan  keahlian
khusus.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk
memiliki  pekerjaan  dengan  keahlian  terapan  tertentu maksimal  setara  dengan  program
sarjana.
Pendidikan  keagamaan  merupakan  pendidikan  dasar ,  menengah,  dan  tinggi  yang
mempersiapkan  peserta  didik  untuk  dapat  menjalankan  peranan  yang  menuntut
penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
Pendidikan  khusus merupakan  penyelenggaraan  pendidikan  untuk  peserta  didik  yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan
secara  inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada  tingkat pendidikan dasar dan
menengah.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pendidikan  yang  sederajat  dengan  SD/MI  adalah  program  seperti  Paket  A  dan  yang
sederajat dengan SMP/MTs adalah program seperti Paket B.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pendidikan yang sederajat dengan SMA/MA adalah program seperti Paket C.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Akademi menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam satu cabang atau sebagian cabang
ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni tertentu.
Politeknik menyelenggarakan  pendidikan  vokasi  dalam  sejumlah  bidang  pengetahuan
khusus.
Sekolah  tinggi menyelenggarakan  pendidikan  akademik  dan/atau  vokasi  dalam  lingkup
satu disiplin  ilmu  tertentu dan  jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan
profesi.
Institut  menyelenggarakan  pendidikan  akademik  dan/atau  pendidikan  vokasi  dalam
sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat
dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.
Universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan  vokasi dalamUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

sejumlah  ilmu  pengetahuan,  teknologi,  dan/atau  seni  dan  jika memenuhi  syarat  dapat
menyelenggarakan pendidikan profesi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Gelar akademik yang dimaksud, antara lain, sarjana, magister, dan doktor.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Guru besar atau profesor adalah  jabatan  fungsional bagi dosen yang masih mengajar di
lingkungan perguruan tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelasUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pendidikan kecakapan hidup  (life skills) adalah pendidikan yang memberikan kecakapan
personal,  kecakapan  sosial,  kecakapan  intelektual,  dan  kecakapan  vokasional  untuk
bekerja atau usaha mandiri.
Pendidikan kepemudaan adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan
kader   pemimpin  bangsa,   seper t i   organisasi   pemuda,   pendidikan
kepanduan/kepramukaan,  keolahragaan,  palang  merah,  pelatihan,  kepemimpinan,
pecinta alam, serta kewirausahaan.
Pendidikan pemberdayaan perempuan adalah pendidikan untuk mengangkat harkat dan
martabat perempuan.
Pendidikan  kesetaraan  adalah  program  pendidikan  nonformal  yang menyelenggarakan
pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup program paket
A, paket B, dan paket C.
Pendidikan  dan  pelatihan  kerja  dilaksanakan  untuk meningkatkan  kemampuan  peserta
didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan  fungsional yang sesuai dengan
kebutuhan dunia kerja.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Kursus  dan  pelatihan  sebagai  bentuk  pendidikan  berkelanjutan  untuk mengembangkan
kemampuan  peserta  didik  dengan  penekanan  pada  penguasaan  keterampilan,  standar
kompetensi,  pengembangan  sikap  kewirausahaan  serta  pengembangan  kepribadian
profesional. Kursus dan pelatihan dikembangkan melalui  sertifikasi dan akreditasi  yang
bertaraf nasional dan internasional.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Pendidikan  anak  usia  dini  diselenggarakan  bagi  anak  sejak  lahir  sampai  dengan  enam
tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar.
Ayat (2)
Cukup jelasUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Ayat (3)
Taman  kanak-kanak  (TK)  menyelenggarakan  pendidikan  untuk  mengembangkan
kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
Raudhatul  athfal  (RA)  menyelenggarakan  pendidikan  keagamaan  Islam  yang
menanamkan  nilai-nilai  keimanan  dan  ketakwaan  kepada  peserta  didik  untuk
mengembangkan potensi diri seperti pada taman kanak-kanak.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Bentuk  pendidikan  jarak  jauh mencakup  program  pendidikan  tertulis  (korespondensi),
radio, audio/video, TV, dan/atau berbasis jaringan komputer.
Modus  penyelenggaraan  pendidikan  jarak  jauh  mencakup  pengorganisasian  tunggal
(single mode), atau bersama tatap muka (dual mode).
Cakupan  pendidikan  jarak  jauh  dapat  berupa  program  pendidikan  berbasis  mata
pelajaran/mata kuliah dan/atau program pendidikan berbasis bidang studi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengajaran bahasa daerah pada  jenjang pendidikan dasar di suatu daerah disesuaikan
dengan intensitas penggunaannya dalam wilayah yang bersangkutan.
Tahap awal pendidikan adalah pendidikan pada tahun pertama dan kedua sekolah dasar.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Standar  isi mencakup  ruang  lingkup materi dan  tingkat  kompetensi  yang dituangkan  ke
dalam  persyaratan  tentang  kompetensi  tamatan,  kompetensi  bahan  kajian,  kompetensi
mata pelajaran, dan  silabus pembelajaran  yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Kompetensi  lulusan merupakan  kualifikasi  kemampuan  lulusan  yang mencakup  sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Standar  tenaga  kependidikan  mencakup  persyaratan  pendidikan  prajabatan  dan
kelayakan, baik fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
Standar sarana dan prasarana pendidikan mencakup  ruang belajar,  tempat berolahraga,
tempat  beribadah,  perpustakaan,  laboratorium,  bengkel  kerja,  tempat  bermain,  tempat
berkreasi  dan  berekreasi,  dan  sumber  belajar  lain  yang  diperlukan  untuk  menunjang
proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Peningkatan  secara  berencana  dan  berkala  dimaksudkan  untuk  meningkatkan
keunggulan  lokal,  kepentingan  nasional,  keadilan,  dan  kompetisi  antarbangsa  dalam
peradaban dunia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan bersifat mandiri
pada tingkat nasional dan propinsi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengembangan  kurikulum  secara  berdiversifikasi  dimaksudkan  untuk  memungkinkan
penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan kekhasan
potensi yang ada di daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Pendidikan  kewarganegaraan  dimaksudkan  untuk  membentuk  peserta  didik  menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Bahan  kajian  bahasa mencakup  bahasa  Indonesia,  bahasa  daerah,  dan  bahasa  asing
dengan pertimbangan:
1. Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional;
2. Bahasa daerah merupakan bahasa ibu peserta didik; dan
3. Bahasa  asing  terutama  bahasa  Inggris  merupakan  bahasa  internasional  yang
sangat penting kegunaannya dalam pergaulan global.
Bahan  kajian matematika,  antara  lain,  berhitung,  ilmu  ukur,  dan  aljabar  dimaksudkan
untuk mengembangkan logika dan kemampuan berpikir peserta didik.
Bahan kajian  ilmu pengetahuan alam, antara  lain,  fisika, biologi, dan kimia dimaksudkan
untuk  mengembangkan  pengetahuan,  pemahaman,  dan  kemampuan  analisis  peserta
didik terhadap lingkungan alam dan sekitarnya.
Bahan  kajian  ilmu  pengetahuan  sosial,  antara  lain,  ilmu  bumi,  sejarah,  ekonomi,
kesehatan,  dan  sebagainya  dimaksudkan  untuk  mengembangkan  pengetahuan,
pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat.
Bahan  kajian  seni  dan  budaya  dimaksudkan  untuk membentuk  karakter  peserta  didik
menjadi manusia  yang memiliki  rasa  seni  dan  pemahaman  budaya. Bahan  kajian  seni
mencakup menulis, menggambar/melukis, menyanyi, dan menari.
Bahan kajian pendidikan  jasmani dan olah  raga dimaksudkan untuk membentuk karakter
peserta didik agar sehat jasmani dan rohani, dan menumbuhkan rasa sportivitas.
Bahan  kajian  keterampilan  dimaksudkan  untuk  membentuk  peserta  didik  menjadi
manusia yang memiliki keterampilan.
Bahan kajian muatan lokal dimaksudkan untuk membentuk pemahaman terhadap potensi
di daerah tempat tinggalnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Tenaga  kependidikan  meliputi  pengelola  satuan  pendidikan,  penilik,  pamong  belajar,
pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan yang pantas dan memadai adalah penghasilan yang
mencerminkan martabat guru sebagai pendidik yang profesional di atas kebutuhan hidup
minimum (KHM).
Yang dimaksud dengan  jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai, antara
lain, jaminan kesehatan dan jaminan hari tua.UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

huruf b
Cukup jelas
huruf c
Cukup jelas
huruf d
Cukup jelas
huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Pendidik  dan  tenaga  kependidikan  dapat  bertugas  di mana  pun  dalam wilayah Negara
Kesatuan  Republik  Indonesia  dengan  tetap  memperhatikan  peraturan  perundang-
undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pemberian  fasilitas  oleh  Pemerintah  dan/atau  pemerintah  daerah  dimaksudkan  untuk
menghindari  adanya  daerah  yang  kekurangan  atau  kelebihan  pendidik  dan  tenaga
kependidikan, serta juga dimaksudkan untuk peningkatan kualitas satuan pendidikan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Program  sertifikasi  bertujuan  untuk  memenuhi  kualifikasi  minimum  pendidik  yang
merupakan  bagian  dari  program  pengembangan  karier  oleh  Pemerintah  dan/atau
pemerintah daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelasUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Pasal 46
Ayat (1)
Sumber  pendanaan  pendidikan  dari  pemerintah  meliputi  Anggaran  Pendapatan  dan
Belanja  Negara  (APBN)  dan  Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  Daerah  (APBD),  dan
sumber  pendanaan  pendidikan  dari  masyarakat  mencakup  antara  lain  sumbangan
pendidikan, hibah, wakaf, zakat, pembayaran nadzar, pinjaman, sumbangan perusahaan,
keringanan dan penghapusan pajak untuk pendidikan, dan lain-lain penerimaan yang sah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelasUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Ayat (6)
Yang  dimaksud  dengan  otonomi  perguruan  tinggi  adalah  kemandirian  perguruan  tinggi
untuk mengelola sendiri lembaganya.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan manajemen berbasis  sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi
manajemen  pendidikan  pada  satuan  pendidikan,  yang  dalam  hal  ini  kepala
sekolah/madrasah  dan  guru  dibantu  oleh  komite  sekolah/madrasah  dalam  mengelola
kegiatan pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Badan  hukum  pendidikan  dimaksudkan  sebagai  landasan  hukum  bagi  penyelenggara
dan/atau satuan pendidikan, antara lain, berbentuk badan hukum milik negara (BHMN).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Kekhasan  satuan  pendidikan  yang  diselenggarakan  masyarakat  tetap  dihargai  dan
dijamin oleh undang-undang ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelasUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Ayat (1)
Peraturan  perundang-undangan  yang  dimaksud  antara  lain mencakup  undang-undang
tentang imigrasi, pajak, investasi asing, dan tenaga kerja.
Ayat (2)
Pelaksanaan pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf a.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Sistem pendidikan negara  lain mencakup kurikulum, sistem penilaian, dan penjenjangan
pendidikan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelasUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Peraturan  pemerintah  yang  dimaksud  dalam  ayat  ini,  antara  lain, mengatur  tata  cara
pengawasan dan sanksi administratif.
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
®®®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar